Suatu malam setelah rapat yayasan pada hari Senin, kami
ngobrol santai bersama para ustadz. Kebetulan saat itu ada Ustad Hairul, Ustad Syamsul,
dan saya yang masih bertahan di kantor PSB.
Ustad Hairul yang terkenal ceplas ceplos membuka topik
pembicaraan tentang motivasi hidup. “Saya gak setuju kalau ada orang yang punya
prinsip; Jalani hidup seperti air, hidup itu yang penting mengalir”, ujar
beliau. “Iya kalau mengalir ke tempat yang baik, kalau mengalir ke comberan
bagaimana? Jadi salah prinsip hidup seperti itu”, jelas beliau.
Beliau melanjutkan, “Yang benar harusnya hidup itu seperti
orang yang naik gunung, kalau orang naik gunung maka yang dituju jelas ke
puncak. Walaupun jalannya naik turun, belak belok tapi arahnya menuju ke
puncak. Bisa jadi untuk menuju puncak jalan yang perlu ditempuh harus turun
dulu. Atau untuk menuju puncak harus melewati rute yang berliku. Tetapi rute
tersebut memang sudah seharusnya dilalui karena memang peta untuk menuju puncak
seperti itu.” Jelas beliau dengan bersemangat.
“Orang yang naik gunung yang difikirkan bukan hanya untuk
mencapai puncak, tetapi dia akan selalu menikmati perjalanan selama naik gunung
tersebut. Selama perjalanan dia akan melihat pemandangan yang sangat indah.
Obsesinya untuk mencapai puncak tidaklah membuat dirinya stress sehingga tidak
menikmati perjalanan. Walaupun capek, dia akan sangat menikmati perjalanan
tersebut dengan melihat berbagai pemandangan indah dan menikmati petualangan
baru bagi dirinya. Karena dia tahu puncak bukanlah segalanya. Setelah berada di
puncak dia tidak akan tinggal selamanya di sana. Tapi cukup beberapa saat untuk
menikmati ciptaan Allah di puncak gunung kemudian dia melanjutkan perjalanan
turun gunung dengan perasaan puas dan senang.”
Meskipun disampaikan dengan santai dan diselingi dengan
gurauan, apa yang disampaikan Ustad Hairul sangatlah inspiratif. Apalagi kalau
dihubungkan dengan amal usaha di eLKISI saat ini. Untuk membangun lembaga yang
terbaik untuk umat, kita tidak cukup bermodalkan “asal jalan” yang sekedar
mengalir seperti air, yang belum tentu bermuara pada kebaikan. Namun yang kita
butuhkan adalah azam yang tinggi disertai amal terbaik untuk mencapai Ridho
Ilahi, dalam rangka mewujudkan lembaga pesantren yang terbaik untuk umat. Maka
jalan yang berliku pastilah akan ditemui. Dan untuk menuju puncak terkadang
memang perlu melalui jalan yang menurun atau bahkan jurang curam yang tajam.
Namun hal itu bukanlah sesuatu yang pantas kita hindari apalagi kita takuti, namun
kita anggap sebagai perjalanan yang menghiasi peta menuju ke puncak, yang kita
nikmati sebagai tantangan dan petualangan baru. Dan kita sadar bahwa puncak di
dunia bukanlah segala-galanya bagi kita, melainkan kita anggap sebagai bagian
dari perjalanan untuk menjadi hamba Allah yang terbaik di sisi-Nya.
Saya dan Ustad Syamsul sesekali menimpali pembicaraan Ustad Hairul dan menganggukkan
kepala tanda setuju, sambil makan camilan. Alhamdulillah.. Lumayan, dapat ilmu
baru dari salah seorang pengasuh yang bertitel master ini. Tidak terasa ngobrol
tersebut berlangsung sampai larut hingga jam menunjukkan lebih dari pukul
23.00.
Faidza faroghta fanshob, wa ilaa robbika farghob..
Urung-Urung, Kamis 8 Agustus 2015 jam 21:28
Al Faqir ilallah, Abu Ahsan Al-Trawasy
0 komentar:
Posting Komentar