Pada
hari Rabu malam (4 April 2018) diadakan Kajian Kitab Rutin oleh Kyai Nur Khasan
di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah. Mengkaji kitab Tanbihul Ghafilin bi Ahaditsi Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin (peringatan bagi orang-orang yang lalai dengan hadits-hadits dari
Penghulu para Nabi dan Rasul) yang merupakan buah karya Abul Laits
as-Samarqandi dikenal dengan julukan Imamul Huda.
Kajian
dimulai ba’da Isya’ diikuti oleh jamaah dan muhibbin Kyai Nur Khasan. Kajian
berjalan dengan khusyu’ dan khidmat dari awal hingga akhir. Kyai Nur Hasan
walaupun usianya sudah sepuh, namun
ingatan beliau masih sangat kuat dan sangat bersemangat dalam dakwah.
Kyai Nur
Khasan mengkaji Kitab Tanbihul Ghafilin
pada bab keikhlasan dengan menukil dan menterjemahkannya menggunakan bahasa
jawa. Abul-Laits berkata: "Sekiranya orang mencari ilmu hanya karena Allah
dan demi memperjuangkan agama Allah maka dia akan diberi oleh Allah ilmu yang
bermanfaat. Ketika seseorang diberi ilmu yang bermanfaat maka dia akan iklas
dalam beramal dan menghargai kedudukan orang-orang yang sholeh".
Diceritakan
hadits seseorang bertanya: “Ya Rasullullah bagaimana cara mencapai keselamatan
di hari kiamat?” Jawab Rasullullah s.a.w, “Jangan menipu Allah.” Orang tersebut
bertanya lagi: “Bagaimana menipu Allah?” Rasullullah SAW menjawab: “Yaitu
mengerjakan amal yang diperintahkan oleh Allah, tetapi tidak karena Allah.
Berhati-hatilah kamu dari riyak karena
itu merupakan syirik terhadap Allah. Orang yang berbuat riyak pada hari kiamat
akan dipanggil di muka umum dengan empat nama: Hai kafir, hai orang yang
berdosa, hai penipu, hai orang yang rugi. Hilang semua amalmu dan batal
pahalamu, maka tidak ada bagian bagimu kini, dan mintalah pahalamu pada orang
yang kamu berbuat untuk mereka, wahai penipu.”
Riyak
merupakan sifat yang dimiliki orang munafik. Orang munafik hendak menipu Allah.
Penampilan fisiknya sebagaimana orang yang taat tetapi di dalam hatinya
terdapat riyak ingin dipuji manusia. Sesungguhnya orang munafik menipu dirinya
sendiri, karena nanti Allah akan membuka kebohongannya di hari kiamat dan
dirinya tidak mendapat pahala apapun dari Allah.
Abul-Laits
berkata: “Siapa yang ingin mendapat pahala amalnya di akhirat, maka harus
beramal dengan ikhlas kerana Allah tanpa riyak, kemudian melupakan amal itu
supaya tidak dirusak oleh rasa ujub (bangga diri) sebab memang menjaga taat itu
lebih berat daripada mengerjakannya.”
Maka
ketika kita harus melatih diri dalam beramal agar tidak rusak oleh hawa nafsu.
Amal harus dibersihkan dari sifat riyak, yaitu beramal karena ingin dilihat
oleh manusia. Dengan cara memperbaiki niat dalam beramal hanya mengharap Ridho
Allah. Setelah amal bersih dari riyak, kita harus waspada dari sifat ujub,
yaitu merasa bangga diri dengan amal yang kita perbuat. Kita harus
menghilangkan rasa bangga terhadap diri tersebut karena akan merusak pahala
amal perbuatan kita. Ketika kita ingin mendapat pahala amal perbuatan di hari
kiamat, maka kita harus melatih diri kita untuk beramal hanya karena Allah. Dan
menghilangkan riyak dan rasa ujub pada diri sendiri. Riya' merupaka sifat yang
membutuhkan orang lain, sedangkan ujub sifat yang tidak membutuhkan orang lain.
Abu Bakar
Alwaasithi berkata: “Menjaga kebaikan taat itu lebih berat daripada
mengerjakannya sebab ia bagaikan kaca yang mudah pecah dan tidak dapat
ditambal. Maka setiap amal yang dihinggapi riyak akan rusak dan setiap amal
yang dihinggapi ujub (bangga diri) maka akan rusak. Apabila seorang dapat
menghilangkan rasa riyak dalam amalnya maka harus berbuat yang demikian, tetapi
apabila tidak dapat menghilangkannya maka jangan sampai tidak beramal kerana
belum dapat menghilangkan riyak. Sebaiknya ia harus tetap beramal kemudian
membaca istighfar terhadap sifat riyak tersebut, kemudian bermohon kepada Allah
agar di lain hari diberi taufiq untuk ikhlas dalam amal-amal yang lain.”
Menjaga
hati agar bersih dari sifat riya' dan sifat ujub tersebut adalah lebih berat
daripada melakukan amalan itu sendiri. Dan hal ini merupakan tantangan
seseorang di dalam menjaga nafsu. Maka kita harus mengevaluasi diri apakah amal
kita masih ada sifat riyak dan ujub tersebut. Supaya pahala amal kita tidak hilang di hari kiamat. Dan bermunajat
kepada Allah agar diberi taufik untuk diberi keikhlasan dalam beramal.
Kyai
menjelaskan bahwa seseorang yang beramal ikhlas lahir dan batin akan
berpengaruh pada akhlak yang mulia. Keikhlasan dalam beramal dicontohkan oleh
para Nabi terdahulu dalam berjuang di jalan Allah. Seseorang yang ikhlas
memahami segala sesuatu hanyalah milik Allah dan hatinya senantiasa hanya
mencari ridho Allah.
Kajian
ditutup dengan doa oleh Kyai Nur Khasan.
0 komentar:
Posting Komentar