Karya Imam Mahdzab yang Tetap Eksis (Refleksi Pentingnya Menulis)
Empat imam mahdzab
yang paling dikenal di dunia Islam adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi'i, dan Imam Ahmad. Banyak keutamaan dan keistimewaan para imam mahdzab
tersebut sehingga para imam mahdzab menjadi panutan di tengah-tengah umat.
Meskipun tidak menafikan para ulama lain, namun empat imam demikian populer di
tengah umat dan dikenal sebagai pendiri mahdzab dalam khazanah Islam.
Namun ada pertanyaan
yang cukup menggelitik. Apakah para imam madzhab tersebut adalah orang yang
paling berilmu di zaman beliau? Apakah tidak ada ulama yang lebih berilmu
dibandingkan dengan beliau? Ternyata di masa para imam mahdzab hidup terdapat
ulama yang lebih berilmu dibandingkan dengan para imam mahdzab tersebut.
Terdapat riwayat yang menceritakan bahwa ada ulama-ulama yang lebih berilmu
dibandingkan para imam mahdzab. Namun demikian para ulama' yang lebih berilmu
tadi kemudian tidak dikenal oleh umat seiring dengan wafatnya beliau.
Al-Imam Malik
berkata: “Tidaklah aku berfatwa, kecuali sebelumnya aku telah meminta
rekomendasi dari orang yang lebih berilmu dariku, ‘Apakah aku telah pantas
berfatwa?’ Aku bertanya kepada Rabi’ah dan Yahya bin Sa’id, lalu keduanya
memerintahkanku berfatwa.
Dalam riwayat
tersebut disampaikan bahwa Imam Malik menyampaikan beliau sebelum berfatwa
senantiasa bertanya kepada ulama' yang dianggap beliau lebih berilmu, seperti
Rabiah dan Yahya bin Sa'id.
Walaupun Rabiah dan
Yahya bin Sa'id lebih berilmu dari Imam Maliki, namun sesudah wafat Rabiah dan Yahya bin Sa'id
tidak banyak dikenal oleh kaum muslimin. Yang banyak dikenal oleh umat Islam
secara umum adalah Imam Maliki, meskipun dari sisi keilmuan Imam Maliki sendiri
mengakui tidak sealim Rabiah dan Yahya bin Sa'id.
Hal ini ternyata
disebabkan karya Imam Maliki tercatat. Ya benar, rahasianya karena beliau atau
murid beliau senantiasa mencatat ilmunya. Sehingga karya Imam Malik bisa dibaca
oleh umat Islam secara luas, dan tetap bisa diambil manfaatnya walaupun Imam Malik
sudah wafat. Demikian pula dengan imam mahdzab yang lain, seperti Imam Hanafi,
Imam Syafii, atapun Imam Ahmad bin Hambal. Karya-karya para imam mahdzah
tersebut masih bisa dipelajari oleh jutaan kaum muslimin sampai sekarang. Hal
ini dikarenakan ilmu beliau terpelihara dalam tulisan yang berada dalam
berbagai kitab karangan beliau.
Ini menunjukkan
pentingnya tulisan. Apabila suatu ilmu tidak dijaga dan dipelihara dengan
tulisan, maka ilmu tersebut akan hilang seiring dengan meninggalnya pemilik
ilmu. Namun, apabila ilmu tersebut ditulis, maka ilmu tersebut akan bisa terus
dibaca dan diambil manfaatnya walaupun sang pemilik ilmu sudah meninggal dunia.
Sehingga ilmu tersebut bisa dimanfaatkan oleh banyak orang bahkan sampai
generasi berikutnya.
Dengan demikian,
menulis menjadikan diri kita eksis. Sepanjang tulisan kita ada dan dibaca orang
maka sepanjang itu pula diri kita dikenal manusia. Ketika tulisan kita
bermanfaat dan diamalkan orang yang membacanya, maka insya Allah akan menjadi
catatan amal jariyah bagi diri kita di Sisi Allah SWT.
Aktifitas menulis
bisa menjadi wasilah untuk berdakwah, menyeru manusia untuk taat kepada Allah.
Dengan tulisan kita dapat menyampaikan argumentasi untuk mengajak manusia
mengenal keindahan Islam. Mengungkap kebenaran ajaran Ilahi sehingga manusia
dapat tersadarkan dan mendapat hidayah Allah melalui tulisan kita. Tulisan kita
bisa jadi akan dibaca oleh puluhan bahkan jutaan orang. Apalagi saat ini zaman
informasi teknologi yang memungkinkan tulisan kita diakses oleh puluhan bahkan
jutaan manusia dalam waktu yang singkat. Sehingga aktifitas menulis dapat
membawa kemanfaatan untuk diri kita dan manusia secara luas.
Wallahu a'lam
bishshowab.
KAJIAN FIQIH MUAMALAH DI PP TARBIYATUL AKHLAQ PESANGGRAHAN KUTOREJO
Masyarakat
Tanpa Riba (MTR) Chapter Mojokerto menyelenggarakan Kajian Fiqih Muamalah pada
hari Ahad, 1 April 2018. Pembicara KH. Shidiq Al Jawi, Ssi, MSI merupakan
Pimpinan PP Hamfara Jogjakarta. Kajian yang mengambil tema: "Urgensi Fiqih
Muamalah" dihadiri oleh tidak kurang 50 peserta. Pelaksanaan kajian
setelah sholat isyak. Kondisi cuaca sebelum kajian hujan deras disertai angin
kencang. Beberapa peserta basah kuyup. Walaupun demikian kajian diikuti dengan
penuh antusias oleh peserta selama kurang lebih 2 jam.
Ustad
Shidiq memperkenalkan diri secara singkat sebelum masuk ke materi kajian.
Secara sistematis dosen dari STEI Hamfara ini menjelaskan dengan gamblang
pentingnya fiqih muamalah. Mulai dari definisi fiqih muamalah, pentingnya
mempelajari fiqih muamalah, hukum belajar fiqih muamalah, dan contoh-contoh
muamalah haram yang ada di masyarakat saat ini.
Mengenai
urgensi belajar fiqih muamalah, kandidat doktor dari UIN Surabaya ini
menyampaikan sebuah hadits yang menggambarkan kondisi umat pada saat ini. Dalam
hadits riwayat Bukhori Muslim, Rosulullah SAW bersabda: "Akan ada suatu
zaman dimana seseorang tidak akan peduli
terhadap harta yang dia ambil apakah halal ataukah haram". Demikian pula
hadits Rosulullah tentang riba: "Sungguh akan datang suatu zaman yang
tidak tersisa seorang pun kecuali akan makan riba, sekalipun tidak makan riba
dia akan terkena debu-debu riba" (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Dan
gambaran yang disampaikan Rosulullah tersebut persis terjadi pada saat ini.
Maka
ketika sistem ekonomi Kapitalis diterapkan di masyarakat maka tidak jelas mana
muamalah yang halal dan mana muamalah yang haram. Walaupun demikian Rosulullah
mewajibkan seorang muslim untuk mencari harta yang halal. Ukuran baik dan buruk
bagi seorang muslim adalah halal dan haram.
Oleh karenanya wajib bagi seorang muslim untuk memahami fiqih muamalah
sehingga seseorang tidak terjerumus dalam perkara yang haram.
Kajian
diakhiri dengan sesi tanya jawab. Peserta dengan antusias bertanya berbagai
muamalah yang terjadi di keseharian masyarakat. Ustad Shidiq Al Jawi memberi
penjelasan dengan sangat jelas sehingga peserta puas terhadap penjelasan beliau.
KAJIAN RUTIN KITAB TANBIHUL GHOFILIN RABU MALAM PP BIDAYATUL HIDAYAH MOJOGENENG, JATIREJO, MOJOKERTO
Pada
hari Rabu malam (4 April 2018) diadakan Kajian Kitab Rutin oleh Kyai Nur Khasan
di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah. Mengkaji kitab Tanbihul Ghafilin bi Ahaditsi Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin (peringatan bagi orang-orang yang lalai dengan hadits-hadits dari
Penghulu para Nabi dan Rasul) yang merupakan buah karya Abul Laits
as-Samarqandi dikenal dengan julukan Imamul Huda.
Kajian
dimulai ba’da Isya’ diikuti oleh jamaah dan muhibbin Kyai Nur Khasan. Kajian
berjalan dengan khusyu’ dan khidmat dari awal hingga akhir. Kyai Nur Hasan
walaupun usianya sudah sepuh, namun
ingatan beliau masih sangat kuat dan sangat bersemangat dalam dakwah.
Kyai Nur
Khasan mengkaji Kitab Tanbihul Ghafilin
pada bab keikhlasan dengan menukil dan menterjemahkannya menggunakan bahasa
jawa. Abul-Laits berkata: "Sekiranya orang mencari ilmu hanya karena Allah
dan demi memperjuangkan agama Allah maka dia akan diberi oleh Allah ilmu yang
bermanfaat. Ketika seseorang diberi ilmu yang bermanfaat maka dia akan iklas
dalam beramal dan menghargai kedudukan orang-orang yang sholeh".
Diceritakan
hadits seseorang bertanya: “Ya Rasullullah bagaimana cara mencapai keselamatan
di hari kiamat?” Jawab Rasullullah s.a.w, “Jangan menipu Allah.” Orang tersebut
bertanya lagi: “Bagaimana menipu Allah?” Rasullullah SAW menjawab: “Yaitu
mengerjakan amal yang diperintahkan oleh Allah, tetapi tidak karena Allah.
Berhati-hatilah kamu dari riyak karena
itu merupakan syirik terhadap Allah. Orang yang berbuat riyak pada hari kiamat
akan dipanggil di muka umum dengan empat nama: Hai kafir, hai orang yang
berdosa, hai penipu, hai orang yang rugi. Hilang semua amalmu dan batal
pahalamu, maka tidak ada bagian bagimu kini, dan mintalah pahalamu pada orang
yang kamu berbuat untuk mereka, wahai penipu.”
Riyak
merupakan sifat yang dimiliki orang munafik. Orang munafik hendak menipu Allah.
Penampilan fisiknya sebagaimana orang yang taat tetapi di dalam hatinya
terdapat riyak ingin dipuji manusia. Sesungguhnya orang munafik menipu dirinya
sendiri, karena nanti Allah akan membuka kebohongannya di hari kiamat dan
dirinya tidak mendapat pahala apapun dari Allah.
Abul-Laits
berkata: “Siapa yang ingin mendapat pahala amalnya di akhirat, maka harus
beramal dengan ikhlas kerana Allah tanpa riyak, kemudian melupakan amal itu
supaya tidak dirusak oleh rasa ujub (bangga diri) sebab memang menjaga taat itu
lebih berat daripada mengerjakannya.”
Maka
ketika kita harus melatih diri dalam beramal agar tidak rusak oleh hawa nafsu.
Amal harus dibersihkan dari sifat riyak, yaitu beramal karena ingin dilihat
oleh manusia. Dengan cara memperbaiki niat dalam beramal hanya mengharap Ridho
Allah. Setelah amal bersih dari riyak, kita harus waspada dari sifat ujub,
yaitu merasa bangga diri dengan amal yang kita perbuat. Kita harus
menghilangkan rasa bangga terhadap diri tersebut karena akan merusak pahala
amal perbuatan kita. Ketika kita ingin mendapat pahala amal perbuatan di hari
kiamat, maka kita harus melatih diri kita untuk beramal hanya karena Allah. Dan
menghilangkan riyak dan rasa ujub pada diri sendiri. Riya' merupaka sifat yang
membutuhkan orang lain, sedangkan ujub sifat yang tidak membutuhkan orang lain.
Abu Bakar
Alwaasithi berkata: “Menjaga kebaikan taat itu lebih berat daripada
mengerjakannya sebab ia bagaikan kaca yang mudah pecah dan tidak dapat
ditambal. Maka setiap amal yang dihinggapi riyak akan rusak dan setiap amal
yang dihinggapi ujub (bangga diri) maka akan rusak. Apabila seorang dapat
menghilangkan rasa riyak dalam amalnya maka harus berbuat yang demikian, tetapi
apabila tidak dapat menghilangkannya maka jangan sampai tidak beramal kerana
belum dapat menghilangkan riyak. Sebaiknya ia harus tetap beramal kemudian
membaca istighfar terhadap sifat riyak tersebut, kemudian bermohon kepada Allah
agar di lain hari diberi taufiq untuk ikhlas dalam amal-amal yang lain.”
Menjaga
hati agar bersih dari sifat riya' dan sifat ujub tersebut adalah lebih berat
daripada melakukan amalan itu sendiri. Dan hal ini merupakan tantangan
seseorang di dalam menjaga nafsu. Maka kita harus mengevaluasi diri apakah amal
kita masih ada sifat riyak dan ujub tersebut. Supaya pahala amal kita tidak hilang di hari kiamat. Dan bermunajat
kepada Allah agar diberi taufik untuk diberi keikhlasan dalam beramal.
Kyai
menjelaskan bahwa seseorang yang beramal ikhlas lahir dan batin akan
berpengaruh pada akhlak yang mulia. Keikhlasan dalam beramal dicontohkan oleh
para Nabi terdahulu dalam berjuang di jalan Allah. Seseorang yang ikhlas
memahami segala sesuatu hanyalah milik Allah dan hatinya senantiasa hanya
mencari ridho Allah.
Kajian
ditutup dengan doa oleh Kyai Nur Khasan.
REFLEKSI AWAL TAHUN 2018, MENUJU eLKISI JUARA
Tidak terasa eLKISI sudah hampir
berumur 7 tahun, banyak suka dan duka berlalu seiring dengan bertambahnya usia
lembaga eLKISI. Menjelang Rapat Kerja
Ke-6 eLKISI dan mengawali awal tahun 2018 terdapat refleksi yang bisa diambil.
Teringat dahulu saat masih bekerja di
Surabaya, dan sering riwa riwi Mojokerto Surabaya, saya sering bertanya
dalam hati apakah itu eLKISI… Sebuah nama yang terpampang besar di papan baliho
besar berwarna dasar hijau tua, di seberang jalan raya Mojosari Trawas.
Saat itu terdapat azam untuk
bisa bergabung bersama eLKISI untuk bisa mengamalkan ilmu dan berkontribusi
sosial untuk umat. Maka dengan bismillah, awal tahun 2011 saya
mengirimkan surat lamaran dan diterima langsung oleh Direktur eLKISI, Ustad
Fathur.
Mungkin sekitar 2 bulanan saya
menunggu, sampai pada akhirnya sekitar bulan Juni 2011 terdapat SMS yang berisi
undangan untuk bisa hadir di acara Rapat Asatid eLKISI. Alhamdulillah….
Akhirnya saya bisa bergabung di pesantren yang berbasis edukasi dan sosial
keummatan tersebut.
Berbeda dengan tempat bekerja yang
sebelumnya, eLKISI merupakan lembaga pendidikan yang cukup unik. Saya termasuk
sosok orang yang memiliki keinginan untuk bisa terus belajar dan berkarya, yang
senantiasa terpacu akan tantangan. Salah
satu alasan saya untuk resign dari tempat kerja yang sebelumnya adalah
karena faktor kurangnya tantangan dan mandeknya kesempatan untuk belajar.
Sedangkan di eLKISI, kita seakan
berselancar dengan tantangan dan pengalaman baru. Kita senantiasa dituntut
untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Seakan tidak ada kata berhenti
untuk terus berinovasi. Kalimat yang sering kali disampaikan oleh Ustad Fathur
selaku Pengasuh, “Boleh saja orang lain meniru eLKISI saat ini, tetapi sesuatu
yang ditiru tersebut akan sudah ketinggalan karena eLKISI senantiasa berinovasi
dengan hal baru yang lain.”
Semangat inovasi tiada henti inilah
yang menjadikan seluruh elemen pesantren, khususnya para asatidz harus memiliki
mentalitas progresif, mentalitas the winner sehingga mampu untuk
mengimbangi gerak dan langkah lembaga yang demikian kencang.
Jargon yang dicanangkan: “Menjadi
Lembaga Terbaik Tahun 2020”. Untuk mencapai tujuan tersebut bukanlah hal yang
ringan. Butuh semangat, kesungguhan, niat yang ikhlas, dan kerjasama yang solid
seluruh elemen pesantren. Dibutuhkan team
work yang handal, yang bekerja dengan cerdas dan cepat mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk mencapai kesuksesan.
Memang banyak PR yang harus segera
diselesaikan, mulai dari belum rapinya administrasi pondok, terdapat pengajar
yang kurang disiplin, kurangnya pengalaman mengajar para guru, semangat belajar
para santri yang kurang, nilai akademik yang butuh ditingkatkan, sarpras yang
belum ideal, problem santri dan seabrek problematika lain yang butuh
dipecahkan. Namun kondisi tersebut bukanlah alasan untuk mengeluh dan berdiam
diri, sambil mencari kambing hitam dan berusaha berdalih untuk mencari
pembenaran atas kondisi salah yang ada.
Kalau mau mencari ibroh, maka kita
bisa melihat perusahaan komputer merk HP (Hewlett- Packard). Pada tahun 1939 Hewlett- Packard memulai usahanya dari sebuah
garasi dengan modal $ 538. Namun 78
tahun kemudian Hewlett- Packard tumbuh menjadi salah
satu perusahaan terbesar di dunia teknologi informasi. Sekarang HP memiliki lebih dari
300.000 karyawan dan diposting pendapatan sebesar $ 126.000.000.000 pada tahun 2010. Pendiri
HP memulai usahanya dari sebuah garasi, …. Dan dengan izin Allah perusahaan
tersebut menjadi perusahaan raksasa sampai saat ini.
Maka kalau hanya sekedar orang tua yang kurang sopan, persoalan santri yang
silih berganti, persoalan SDM guru, kurang idealnya sarana dan prasarana, dan
berbagai pernak pernik persoalan lain... bukanlah alasan untuk kita berputus asa dan
eLKISI tidak menjadi juara.
Alhamdulillah saat ini momen yang
tepat untuk berbenah. Para asatidzah
bertekat untuk berjuang dengan sungguh-sungguh menjalankan amanah di Ponpes
eLKISI. Para asatidzah menuliskan Surat Pernyataan Asatidz sebagai bentuk
komitmen siap berjuang di Ponpes eLKISI dengan sebaik-baiknya. Di awal tahun 2018
diadakannya Rapat Kerja eLKISI Ke-6, sejumlah
60 ustad dan ustadzah eLKISI berkumpul untuk menyamakan persepsi dan
berkoordinasi, bukan semata untuk mencari pundi-pundi rupiah, tetapi lebih dari
itu yakni dilandasi semangat untuk mendidik generasi muslim terbaik dan dalam
rangka meraih ridho Allah. Suatu semangat baru untuk
menjadi Ponpes terbaik.
Dimulai dengan momen Rapat Kerja Ke-6 yang
akan dilaksanakan tanggal 7-9 Januari 2018. Bismillah menuju eLKISI
juara …
Ardhian Zahroni
Trawas, 3 Januari 2018 (sambil nyeruput kopi di pagi
hari pukul 06.33)
Langganan:
Postingan (Atom)